Rabu, 03 Juni 2020

Argumen Keberadaan Tuhan untuk ‘New Atheists’


Dawkins menjelaskan jika semua agama (termasuk juga Islam) ialah non-sense; jika ide mengenai Tuhan benar-benar tidak logis.
Semenjak Richard Dawkins mengeluarkan bukunya, God's Delusion, pada 2006, ada pergerakan baru yang dengan cara agresif mempropagandakan ateisme. Buku Dawkins itu, harus disadari, berisi beberapa alasan yang cukup kompak, serta dicatat dalam bahasa yang sangat menawan. Tapi kita tangkap disana suara kemarahan yang dalam atas agama. Mengapa? Ini keterangan saya.

Kemarahan beberapa "new atheists" seperti Dawkins itu, jika kita ingin jujur, memungkinkan dipacu oleh perubahan dalam warga Islam. Dawkins nampaknya menulis buku itu untuk tanggapan tidak langsung pada timbulnya kelompok-kelompok esensialis Islam di dunia Islam yang selanjutnya menebar ke Eropa Barat. Impak ideologi ini semakin menggila sesudah timbulnya ISIS pada 2014. Kebrutalan ISIS membikin terkejut serta geram beberapa orang di Eropa Barat. Seperti kita ketahui, kebrutalan ini bukan saja berlangsung di Irak serta Syria, tapi menebar serta meneror Eropa.

Sebenarnya, yang "shocked" sebab kebrutalan ISIS tidak saja golongan non-Muslim di Barat. Yang sangat geram, serta sampai ke tingkat "muak," malah orang Islam sendiri, karena, korban pertama serta paling beberapa dari kebrutalan ISIS sebenarnya bukan orang Barat, tetapi umat Islam. Jadi, dalam soal kemarahan atas praktik agama yang "beringas" ini, baik umat Islam serta Dawkins mempunyai persamaan: kemarahan serta kemuakan.

Yang memperbedakan ialah: Dawkins bergerak semakin jauh kembali dengan menjelaskan jika semua agama (termasuk juga Islam) ialah non-sense; jika ide mengenai Tuhan benar-benar tidak logis. Dawkins selanjutnya membuat alasan yang bertakik-takik untuk menyanggah kehadiran Tuhan. Ia coba mematahkan alasan-argumen skolastik mengenai wujudnya Tuhan, baik alasan ontologis, kosmologis, atau teleologis.

Saya tidak cukup dapat diyakinkan oleh alasan Dawkins dalam bukunya itu, walau saya menikmatinya untuk bacaan. Banyak buku yang telah dicatat untuk menyanggah balik hujjah-hujjah Dawkins, baik dari golongan Islam, Kristen, atau golongan ateis serta agnostik sendiri. Saya berasa, beberapa "alasan classic" mengenai wujudnya Tuhan tetap berkaitan sampai saat ini. Di bawah ini beberapa catatan saya mengenai tren new-atheism ini.

Pertama, seperti banyak disampaikan oleh beberapa pengkritik Dawkins, sains serta pengetahuan kealaman tidak bisa menunjukkan tidak ada atau ada ada Tuhan. Paling jauh yang dapat diraih oleh sains ialah situasi "tidak paham," apakah yang seringkali dikatakan sebagai agnostisisme.

Apakah yang disuguhi oleh data-data sains, entahlah dalam kimia, biologi, fisika, atau astronomi, hanya info mengenai bagaimana alam kerja lewat hukum-hukum spesifik. Apakah yang dilaksanakan oleh sains, paling jauh cuma ungkap "alamiah laws" yang mengendalikan kerja alam fisik ini. Sains sampai kapan saja tidak bisa menjawab pertanyaan fundamen ini: Bagaimana serta darimanakah hukum itu ada? Siapa yang "membuatnya" atau men-desain-nya?

Dasar penting sains ialah empirisme: segalanya cuma dapat disebutkan "ada" atau "tidak ada" bila dia dapat dilakukan konfirmasi oleh data serta bukti empiris. Jika suatu hal tidak mempunyai bukti yang dapat diindera (baik dengan cara langsung atau lewat instrumen pembantu), dia dengan cara automatis tidak benar dengan cara ilmiah; dalam kata lain: ia cuma "hantu" saja. Sebab Tuhan tidak dapat ditunjukkan dengan cara empiris, karena itu ia tidak ada. Simpel.

Pertanyaan yang seringkali diserahkan ialah ini: Bila sains kerja dengan cara semacam itu, bagaimana dia ia dapat sampai pada simpulan mengenai tidak ada Tuhan? Walau sebenarnya kita ketahui, Tuhan bukan entitas yang dapat ditunjukkan tidak ada atau ada ada dengan menggunakan cara itu. Karena Tuhan bukan data empiris.

Bila sains bergerak semakin jauh dengan pastikan jika Tuhan tidak ada, ia telah langkahi wilayahnya – yaitu, daerah data empiris. Seorang saintis yang "yakini" tidak ada Tuhan telah beralih dari seorang saintis jadi seorang yang memeluk "kepercayaan" spesifik. Dalam soal ini tempat ia telah sama juga dengan beberapa orang beriman. Ateisme serta teisme mempunyai posisi yang sama: saling adalah kepercayaan, bukan sains.

Ke-2: Sains menerangkan munculnya kehidupan (origin of life) lewat apakah yang dikatakan sebagai teori evolusi. Menurut teori ini, semua macam kehidupan yang ada (manusia serta binatang dengan semua spesiesnya) ada lewat proses evolusi semasa juta-an tahun. Tidak ada terlibat "tuhan" dalam proses yang berbentuk alamiah ini. Semua kehidupan lahir lewat proses perubahan serta macam yang berbentuk "acak," acak, seperti acaknya sekeping dadu yang dibuang ke papan permainan. Semua lahir sebab "chance," kebetulan saja.

Keterangan seperti ini, buat saya, benar-benar counter-intuitive, tidak logis. Dengan cara molekuler, semua makhluk hidup ialah satu "skema" yang sangat kompleks serta hebat. Dia bekerja dengan ikuti hukum spesifik yang benar-benar tidak acak. Susunan molekuler sebagai dasar makhluk hidup (dapat disebutkan DNA) ialah satu skema info yang demikian rapi.

Bayangkanlah dua contoh formasi huruf ini. Yang pertama: ysbxcd nbhv vdferacsxs. Yang ke-2: Merapi terdapat di Yogya. Dua formasi ini seperti dari sisi jumlah huruf. Tapi ada ketidaksamaan yang radikal: yang pertama ialah formasi acak yang tidak memiliki kandungan info. Yang ke-2 ialah skema info. Untuk membuat formasi yang pertama tidak diperlukan orang "pandai". Cukup lemparkan keping-keping huruf, maka ada formasi yang acak semacam itu.

Tapi formasi yang ke-2 mustahil lahir jika tidak ada seorang "penyusun huruf" yang pandai serta pahami bahasa Indonesia. Formasi ke-2 ini tidak dapat lahir lewat evolusi yang acak. Ia memerlukan "intelligence," kepandaian. Bila teori evolusi hanya menerangkan mengenai perubahan serta macam organisme atau makhluk hidup, saya dapat terima.

Tapi bila macam ini diterangkan untuk proses yang seutuhnya berjalan dengan cara acak, rasa-rasanya kok tidak logis. Sama juga dengan tidak masuk akalnya munculnya rangkaian kalimat berarti dalam contoh ke-2 di atas dengan cara acak. Anda lemparkan berapakah ribu kalipun keping huruf di papan, tidak tersusun kalimat semacam itu. Sebab rangkaian kalimat ialah info; serta info tidak lahir tanpa aktor "pandai" di baliknya. Ia tidak dapat ada dengan cara acak.

Berikut fakta mengapa saya susah terima hujjah-hujjah penyanggahan kehadiran Tuhan berdasar beberapa temuan sains kekinian sama seperti yang disampaikan beberapa new-atheists seperti Dawkins. Data-data sains sebagai dasar hujjah mereka masih kurang memberikan dukungan.